Benarkah Madu Tidak Bisa Kedaluwarsa? Ini Penjelasan Ilmiahnya!
Pernahkah kamu merasa takjub dengan
keajaiban alam yang penuh misteri? Madu adalah
salah satu warisan
alam yang memikat
dan menyimpan rahasia
yang menakjubkan tidak pernah kedaluwarsa! Mengapa? Karena
madu memiliki formula ajaib: kadar airnya yang rendah menjadikan lingkungan
yang tidak ramah bagi mikroba, sementara pH-nya yang asam menjadi pelindung alami. Ditambah lagi, madu
mengandung hidrogen peroksida alami, penjaga kecil yang mengusir bakteri.
Madu adalah cairan alami berwarna
kuning keemasan yang umumnya memiliki rasa manis, dihasilkan oleh lebah madu
dari nektar bunga (floral nectar),
bagian lain dari tanaman seperti kelenjar ekstrafloral, atau dari ekskresi
serangga pengisap tumbuhan. Nektar yang dikumpulkan oleh lebah akan mengalami proses
transformasi secara enzimatis
di dalam tubuh lebah, lalu disimpan dalam sarang sebagai cadangan makanan.
Proses ini menghasilkan madu dengan komposisi kimia yang khas, yaitu tinggi
kandungan gula, rendah kadar air, bersifat asam, serta mengandung senyawa
antimikroba alami yang membuatnya tahan
disimpan dalam waktu lama
(Gebremariam, 2014).
Madu mengandung sejumlah senyawa dan sifat antioksidan yang telah banyak diketahui. Sifat antioksidan dari madu yang berasal dari zat-zat enzimatik (misalnya, katalase, glukosa oksidase dan peroksidase) dan zat-zat nonenzimatik (misalnya, asam askorbat, α- tokoferol, karotenoid, asam amino, protein, produk reaksi Maillard, flavonoid dan asam fenolat). Jumlah dan jenis antioksidan ini sangat tergantung pada sumber bunga atau varietas madu, dan telah banyak banyak penelitian yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara aktivitas antioksidan dengan kandungan total fenol (Khalil, 2012).
Masyarakat Indonesia menggunakan madu sebagai campuran pada jamu tradisional untuk meningkatkan khasiat penyembuhan penyakit seperti infeksi pada saluran cerna dan pernafasan, serta meningkatkan kebugaran tubuh. Madu juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Vitamin–vitamin yang terdapat dalam madu adalah thiamin (B1), riboflavin (B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. Sedangkan enzim yang penting dalam madu adalah enzim diastase, invertase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. Selain itu unsur kandungan lain madu adalah memiliki zat antibiotik atau antibakteri (Adji, S, 2004).
Madu
murni memiliki tekstur
yang sangat kental karena kandungan airnya yang sangat rendah. Kekentalan ini bukan hanya
berpengaruh pada penampilan fisik madu, tapi juga berperan penting dalam
ketahanannya terhadap pembusukan. Dalam kondisi seperti itu, oksigen sulit
menyusup ke dalam madu, sehingga gula-gula alami yang dikandungnya tidak
mengalami oksidasi maupun fermentasi. Selain itu, lingkungan madu yang minim
air menciptakan kondisi yang ekstrem bagi mikroorganisme, terutama bakteri,
yang umumnya memerlukan air untuk bertahan hidup dan berkembang biak.
Kadar air yang rendah akan menjaga madu
dari kerusakan untuk jangka waktu yang relatif lama. Prasetya and Andi (2014)
menjelaskan bahwa kandungan kadar air yang tinggi pada madu akan merangsang
aktifitas khamir (jenis jamur mikroskopik uniseluler atau jamur bersel satu)
untuk tumbuh dan berkembang dalam madu. Umur panen juga mempengaruhi komposisi air pada madu.
Madu yang dipanen
pada umur tua mempunyai kadar
air lebih sedikit daripada madu yang dipanen pada
umur yang lebih muda. Semakin lama madu dalam sarang lebah maka penguapan kadar
air pada madu akan semakin sempurna.
Belum lagi, cairan manis ini juga mengandung enzim glukosa oksidase yang dihasilkan oleh lebah saat memproses nektar. Enzim ini berfungsi menghasilkan hidrogen peroksida, senyawa antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri di sekitar madu. Selain itu, madu juga memiliki sifat asam dengan pH berkisar antara 3,4 hingga 4,5, yang menciptakan lingkungan tidak ramah bagi sebagian besar mikroorganisme. Kombinasi antara kandungan senyawa antimikroba dan tingkat keasaman yang tinggi inilah yang membuat madu begitu tahan lama dan tidak mudah basi, bahkan tanpa pengawet tambahan.
Khawatir madu bisa kedaluwarsa, tidak jarang akan curiga ketika melihat madu mulai menghitam atau bahkan mengkristal yang biasanya jadi ciri kedaluwarsa pada makanan. Padahal, perubahan warna dan kristalisasi madu tersebut bukan berarti madu tersebut jadi kedaluwarsa. Perubahan warna pada madu adalah hal yang normal dan umum terjadi, disebabkan oleh reaksi Maillard (reaksi pencokelatan non-enzimatis) yang bahkan dapat meningkatkan kadar antioksidan dalam madu Singkatnya, perubahan warna dan kristalisasi pada madu merupakan tanda alami dari proses kimia dan fisik dalam madu, bukan pertanda madu basi. Madu yang mengalami perubahan tersebut biasanya masih layak dikonsumsi selama tidak ada tanda-tanda fermentasi seperti bau asam, busa, atau rasa yang berubah secara signifikan.
Suhu penyimpanan terbaik untuk madu adalah antara 36–38°C dengan kelembaban 75– 78%. Pada kondisi ini, madu dapat bertahan selama 2–4 minggu tanpa mengalami penurunan mutu yang signifikan3. Penelitian juga menunjukkan bahwa madu memiliki sifat antioksidan yang kuat, yang berasal dari senyawa enzimatik seperti glukosa oksidase dan non-enzimatik seperti flavonoid.
Dengan berbagai karakteristik uniknya,
dari kadar air yang rendah, sifat asam, hingga kandungan enzim antimikroba,
madu bukan hanya sekadar pemanis alami, tapi juga bukti betapa luar biasanya
proses yang terjadi di alam. Keistimewaannya yang mampu mencegah pertumbuhan
mikroba dan membuatnya tahan disimpan bertahun-tahun menjadikan madu sebagai
salah satu bahan alami paling menakjubkan yang pernah dihasilkan oleh makhluk
sekecil lebah. Lewat pemahaman ilmiah ini, diharapkan menjadi semakin sadar bahwa hal-hal sederhana yang ada di sekitar
sering kali menyimpan rahasia kimiawi yang luar biasa.
DAFTAR PUSTAKA
El Sayed, 2015.
Antimicrobial Activities of Saudi Honey against Pseudomonas aeruginosa.
Saudi Journal of Biological Sciences 20
Gebremariam, T., Brhane, G. 2014, Determination Of Quality And Adulteration Effects Of Honey From Adigrat
And Its Surrounding Areas. International Journal Of Technology Enhancements
And Emerging Engineering Research, 2, 2347-4289
Harjadi, 1992, Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta (ID): UI Press. Khalil, I. M.,
2012, Physicochemical and Antioxidant Properties of Algerian Honey. Molecules,
17, 11199- 11215
Prasetya and Andi., B, 2014). Perbandingan Mutu Madu Lebah Apis Mellifera Berdasarkan Kandungan Gula Pereduksi Dan Non Pereduksi Di Kawasan Karet (Hevea brasiliensis) Dan Rambutan (Nephelium
Lappaceum). Universitas Brawijaya.
Komentar
Posting Komentar