REAL OR FAKE, PLASTIK BIODEGRADABLE RAMAH LINGKUNGAN?

Source: National Geographic Indonesia

Plastik merupakan salah satu bahan yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sifatnya yang sangat sulit terurai menjadikan plastik sebagai ancaman besar bagi lingkungan. Sebagai upaya mengatasi permasalahan ini, muncullah plastik biodegradable yang disebut-sebut lebih ramah lingkungan karena dapat terurai secara alami. Namun, klaim tersebut tidak selalu sejalan dengan kenyataan di lapangan.

Secara umum, plastik biodegradable adalah plastik yang dirancang agar bisa diuraikan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti air, karbon dioksida (atau metana), dan biomassa. Namun, proses penguraian ini tidak otomatis terjadi begitu saja di lingkungan terbuka. Plastik biodegradable tetap membutuhkan kondisi yang sangat spesifik seperti suhu tinggi, kelembaban tertentu, dan kehadiran mikroorganisme tertentu agar bisa terurai secara optimal. Menurut European Bioplastics, “biodegradable plastics are plastics that can be broken down by microorganisms into water, carbon dioxide (or methane), and biomass under certain conditions” (European Bioplastics, 2023).

Ada beberapa jenis plastik biodegradable yang umum ditemukan. Pertama, oxo-biodegradable, yaitu plastik konvensional yang dicampur dengan bahan tambahan agar bisa terfragmentasi lebih cepat ketika terkena cahaya dan oksigen. Namun, plastik ini tidak benar-benar hilang, melainkan berubah menjadi serpihan kecil atau mikroplastik yang justru lebih sulit ditangani. Studi oleh Royte (2019) di National Geographic bahkan menyebut bahwa jenis plastik ini tidak memenuhi standar pengomposan dan dapat menimbulkan bahaya baru. Kedua, ada PLA (Polylactic Acid), plastik yang terbuat dari bahan nabati seperti jagung atau tebu. Meskipun berasal dari sumber alami, PLA hanya bisa terurai dalam fasilitas pengomposan industri dengan suhu sekitar 58°C dan kelembaban tinggi. Di lingkungan biasa atau di laut, PLA bisa bertahan selama bertahun-tahun tanpa terurai secara signifikan. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Song et al. (2009) yang menemukan bahwa PLA tidak mengalami degradasi yang berarti di lingkungan laut bahkan setelah 12 bulan.

Realita di lapangan menunjukkan bahwa banyak plastik yang diberi label “biodegradable” tidak benar-benar terurai secara efektif saat dibuang di tempat sampah biasa, tanah, atau laut. Infrastruktur pengelolaan limbah di banyak negara, termasuk Indonesia, belum memadai untuk menangani jenis plastik ini. Selain itu, kurangnya edukasi kepada masyarakat membuat banyak orang membuang plastik biodegradable sembarangan karena menyangka plastik tersebut pasti akan hancur sendiri. Sebuah studi penting oleh Napper dan Thompson (2019) dari University of Plymouth menunjukkan bahwa beberapa jenis plastik biodegradable, termasuk yang berlabel kompos, tetap utuh dan bahkan masih bisa digunakan membawa barang setelah tiga tahun terkubur di tanah atau berada di laut. Penelitian ini menunjukkan bahwa penguraian tidak terjadi secara optimal di alam bebas, dan label “biodegradable” bisa menyesatkan jika tidak disertai sistem pengelolaan yang benar.

Lebih parah lagi, tren pemasaran hijau atau greenwashing membuat banyak produk diklaim ramah lingkungan tanpa penjelasan teknis yang memadai. Label “eco-friendly” atau “biodegradable” sering digunakan untuk menarik perhatian konsumen, meskipun kenyataannya produk tersebut tetap bisa mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan benar. Ini menciptakan kesalahpahaman yang berbahaya—di mana konsumen merasa bebas membuang plastik biodegradable karena percaya bahwa plastik tersebut akan terurai secara alami, padahal tidak demikian.

Kesimpulannya, plastik biodegradable memang memiliki potensi sebagai solusi alternatif terhadap plastik konvensional, tetapi hanya jika digunakan dan dikelola dengan tepat. Tanpa infrastruktur pengolahan yang memadai dan edukasi publik yang baik, plastik jenis ini bisa sama buruknya atau bahkan lebih menyesatkan dibandingkan plastik biasa. Maka dari itu, penting bagi kita untuk lebih kritis terhadap label “ramah lingkungan” dan tidak serta-merta percaya tanpa memahami konteks ilmiah dan praktik di baliknya.




DAFTAR PUSTAKA


European Bioplastics. (n.d.). Bioplastics Definition. https://www.european-bioplastics.org/bioplastics/

Royte, E. (2019). We Made Plastic. We Depend on It. Now We’re Drowning in It. National Geographic.

Song, J. H., Murphy, R. J., Narayan, R., & Davies, G. B. H. (2009). Biodegradable and compostable alternatives to conventional plastics. Philosophical Transactions of the Royal Society B.

Napper, I. E., & Thompson, R. C. (2019). Environmental Deterioration of Biodegradable, Oxo-biodegradable, Compostable, and Conventional Plastic Carrier Bags in the Sea, Soil, and Open-Air Over a 3-Year Period. Environmental Science & Technology.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolom Kromatografi Dan Prinsip Kerjanya

Segitiga Api dan Rahasia Dibalik Nyala Api

Benarkah Madu Tidak Bisa Kedaluwarsa? Ini Penjelasan Ilmiahnya!