Uranium, Unsur Penyusun Energi Nuklir. Ini Fakta Menariknya!
Sumber: www.wikipedia.com
Uranium termasuk salah satu dari logam dengan massa jenis (densitas) tertinggi di bumi. Sebagai perbandingan, densitas uranium 18 kali lebih berat dibanding air. Di alam, uranium terbagi menjadi beberapa jenis isotop dengan kelimpahan yang berbeda-beda, yaitu uranium-238 (99,3%), uranium-235 (0,7%) dan uranium-234 (0,005%). Uranium-235 jika dikondisikan dalam keadaan tertentu dapat membelah menjadi dua unsur yang lebih ringan sembari melepaskan energi dalam jumlah besar dan radiasi nuklir. Reaksi ini sedikit berbeda dibandingkan reaksi kimia pada umumnya karena pembelahan yang terjadi di inti atom. Reaksi pembelahan ini disebut reaksi fisi nuklir.
Pemanfaatan uranium secara umum terbagi 2 (dua), yaitu untuk tujuan damai dan sebagai senjata nuklir. Tujuan damai yang dimaksud adalah sebagai bahan bakar sebuah pembangkit listrik yang dinamakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) atau reaktor nuklir. PLTN bekerja dengan cara memanfaatkan panas yang dihasilkan dari reaksi fisi nuklir untuk memanaskan air di dalam reaktor. Air yang pada awalnya berwujud cair akan berubah fase menjadi uap, yang selanjutnya akan menggerakkan turbin dan generator sehingga menghasilkan energi listrik (Akimoto, 2016).
Uranium adalah unsur terpenting dalam bahan bakar nuklir untuk PLTN dalam menghasilkan panas. Banyaknya bahan bakar nuklir yang mempengaruhi dibutuhkan jumlah PLTN akan penyediaan bijih uranium. Untuk menjaga keberlangsungan operasi PLTN, sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan uranium.
Uranium yang ditambang di alam tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar PLTN atau bahan bakar senjata nuklir karena 99,3% uranium yang ada di alam berbentuk isotop 238U sehingga sulit untuk mengalami reaksi fisi atau reaksi pembelahan. Reaksi fisi lebih mudah terjadi pada isotop 235U, namun persentasenya di alam sangat kecil yaitu hanya sekitar 0,72%. Maka dari itu dibutuhkan proses pengayaan uranium untuk meningkatkan persentase 235U menjadi 3-5% untuk PLTN dan 90-99% untuk senjata nuklir.
Uranium yang dapat dimanfaatkan adalah yang berjenis uranium-235 karena hanya jenis ini yang dapat melakukan reaksi fisi. Akan tetapi uranium-235 yang ditemukan di alam berjumlah sangat sedikit (0,7% dari uranium secara keseluruhan). Angka ini memiliki arti sebagai berikut: di dalam setiap 1 kg uranium yang ditambang hanya terdapat 7 gram uranium-235, sedangkan sisanya adalah uranium-238 dan uranium-234 (Eschbach, 1986).
Angka (konsentrasi) tersebut terlalu kecil. Jika angka tersebut dibiarkan tetap 0,7% maka energi yang dihasilkan oleh uranium-235 jumlahnya tidak seberapa dan belum dapat dimanfaatkan secara komersial. Maka dari itu, konsentrasi uranium-235 harus ditingkatkan sedemikian rupa hingga mencapai angka tertentu melalui proses pengayaan. Uranium harus diperkaya hingga rentang 3 – 5% untuk dapat dijadikan sebagai bahan bakar PLTN, dan harus dinaikkan lagi hingga rentang 80 – 95% agar menjadi bahan baku senjata nuklir. Proses pengayaan adalah rangkaian proses yang kompleks dan menggunakan teknologi yang sangat mahal. Tidak semua negara diizinkan untuk memperkaya uranium. Pembatasan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dunia dari pembuatan dan penggunaan senjata nuklir yang tak terkendali dan diatur dalam sebuah perjanjian internasional.
Uranium sebagai bahan bakar PLTN akan menghasilkan sebuah pembangkit listrik yang tidak menghasilkan gas buangan apa pun. Hal ini berbeda dibandingkan pembangkit listrik konvensional yang masih banyak terdapat di Indonesia, yaitu pembangkit listrik tenaga batu bara, minyak dan gas bumi. Pembangkit-pembangkit listrik konvensional akan menghasilkan gas buangan karbon dioksida dan karbon monoksida yang dapat merusak lingkungan. Saat ini terdapat 450 PLTN di seluruh dunia yang berkontribusi terhadap 11% produksi listrik dunia. Ke depannya akan ada tambahan 60 PLTN yang sedang dibangun, dan kontribusinya akan meningkat menjadi 15%.
Di dalam pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), uranium berperan sebagai bahan bakar utama yang digunakan untuk menghasilkan energi melalui proses yang disebut reaksi fisi nuklir. Uranium yang digunakan umumnya adalah uranium-235, isotop uranium yang memiliki sifat mudah mengalami reaksi fisi. Untuk memahami prosesnya, berikut ini adalah langkah-langkah lebih rinci tentang bagaimana uranium digunakan untuk menghasilkan listrik:
1. Pengayaan Uranium
Uranium yang diperoleh dari tambang perlu mengalami proses pengayaan karena uranium alami sebagian besar terdiri dari isotop uranium-238 yang tidak dapat digunakan dalam reaksi fisi. Pengayaan bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi uranium-235 dari sekitar 0,7% menjadi sekitar 3-5%, konsentrasi yang cukup agar reaksi fisi berantai bisa terjadi secara terkendali di dalam reaktor nuklir.
2. Pengisian Bahan Bakar ke dalam Reaktor
Setelah proses pengayaan, uranium diubah menjadi bentuk pelet kecil yang kemudian disusun menjadi batang bahan bakar. Batang-batang ini ditempatkan dalam kumpulan yang disebut bundel bahan bakar, yang kemudian dimasukkan ke dalam inti reaktor nuklir. Inti reaktor ini adalah tempat terjadinya reaksi fisi.
3. Reaksi Fisi Berantai
Ketika
inti uranium-235 ditembak dengan neutron yang berenergi rendah, inti uranium
akan terpecah menjadi dua inti lebih kecil dan melepaskan energi dalam bentuk
panas, bersama dengan neutron tambahan. Neutron-neutron baru ini dapat menabrak
inti uranium-235 lainnya, menyebabkan reaksi berantai. Keberlanjutan reaksi ini
bergantung pada pengendalian jumlah neutron, yang dilakukan dengan batang
kendali yang dapat menyerap neutron. Batang kendali ini bisa dinaikkan atau
diturunkan ke dalam reaktor untuk mempercepat atau memperlambat reaksi.
4. Pemisahan Panas
Panas
yang dihasilkan dari reaksi fisi ini kemudian digunakan untuk memanaskan air di
dalam sistem tertutup (loop primer). Air yang dipanaskan di dalam inti
reaktor ini biasanya tidak berubah menjadi uap, tetapi menyalurkan panasnya ke
penukar panas atau steam generator. Di sini, panas dari loop primer akan
digunakan untuk memanaskan air di loop sekunder sehingga air tersebut
berubah menjadi uap.
Uap
bertekanan tinggi yang dihasilkan dalam loop sekunder diarahkan untuk
menggerakkan turbin. Ketika uap menggerakkan turbin, turbin ini memutar
generator listrik yang terhubung. Gerakan putaran turbin ini menyebabkan
generator menghasilkan listrik, yang kemudian disalurkan ke jaringan listrik
untuk distribusi ke rumah, industri, dan fasilitas lainnya.
6. Pendinginan dan Pengkondensasian Uap
Setelah
melewati turbin, uap didinginkan kembali menjadi air melalui kondensor, di mana
air pendingin dari sumber eksternal seperti sungai atau menara pendingin
digunakan untuk menurunkan suhu uap. Air yang sudah dikondensasikan ini
kemudian dapat digunakan kembali dalam siklus, sehingga sistem ini efisien dan
menghasilkan sedikit limbah.
7. Penanganan Limbah Nuklir
Setelah bahan bakar uranium digunakan dalam reaktor selama beberapa tahun, kadar isotop fisi seperti uranium-235 akan berkurang sehingga reaktor tidak lagi efisien. Pada titik ini, bahan bakar bekas yang mengandung produk fisi serta elemen radioaktif lain dipindahkan dari reaktor dan disimpan dalam kolam pendingin sementara sebelum ditempatkan dalam fasilitas penyimpanan jangka panjang. Limbah nuklir ini memiliki tingkat radioaktivitas tinggi dan memerlukan penanganan serta penyimpanan yang sangat hati-hati untuk melindungi lingkungan dan kesehatan manusia.
PLTN menggunakan uranium sebagai sumber energi yang sangat padat dan efisien. Dibandingkan dengan bahan bakar fosil, uranium dapat menghasilkan energi yang jauh lebih besar dalam jumlah yang lebih kecil. Namun, pemanfaatan energi nuklir juga disertai tantangan dalam hal keamanan, pengelolaan limbah radioaktif, dan pencegahan terhadap kebocoran radiasi. Meski demikian, energi nuklir tetap dianggap sebagai sumber energi yang berpotensi besar untuk masa depan karena kemampuannya menghasilkan listrik tanpa emisi karbon langsung, menjadikannya solusi energi yang ramah lingkungan jika dikelola dengan baik.
Penggunaan uranium sebagai bahan bakar PLTN dapat menimbulkan dampak negatif jika tidak ditangani dengan tepat. Saat uranium digunakan di dalam reaktor nuklir, reaksi fisi yang terjadi bukan hanya menghasilkan energi panas, namun juga radiasi. Unsur-unsur sisa setelah reaksi fisi dan radiasi harus dijaga agar tidak bocor ke lingkungan karena dapat membahayakan makhluk hidup. Kebocoran reaktor nuklir pernah terjadi setelah tsunami di Fukushima, Jepang (2011) yang menyebabkan jutaan orang harus mengungsi dari tempat tinggal mereka. 10 Kebocoran yang paling parah terjadi di Chernobyl, Ukraina (1986) yang menyebabkan kota tersebut tidak dapat dihuni sampai sekarang (River. C., 2017).
Setelah selesai digunakan, bahan bakar PLTN tidak langsung habis. Bahan bakar sisa (spent fuel) akan dikeluarkan dari reaktor dan perlu untuk diperlakukan secara khusus karena memancarkan radiasi. Bahan bakar sisa akan dikemas dalam bentuk tabung berperisai logam agar mencegah bocor ke lingkungan dan membahayakan makhluk hidup.
Penggunaan lainnya adalah
untuk maksud tidak damai, yaitu sebagai bahan baku senjata nuklir (bom atom).
Senjata nuklir merupakan salah satu jenis senjata pemusnah massal (weapon of
mass destruction). Bom atom pertama yang berhasil diuji coba mampu
menghasilkan daya ledak yang setara dengan 20 ribu ton TNT dengan jumlah bahan
bakar yang relatif sedikit yaitu 80 kg uranium. Bom atom yang selanjutnya
berhasil diledakkan adalah pada akhir masa Perang Dunia II di Hiroshima dan
Nagasaki. Bom yang dijatuhkan di Hiroshima dinamakan Little Boy dengan
jumlah bahan bakar 64 kg uranium dan menghasilkan daya ledak setara 16 ribu ton
TNT.
Daya rusak yang
diakibatkan oleh senjata nuklir sangat besar dan dapat menewaskan puluhan
sampai ratusan ribu korban jiwa. Kerusakan yang terjadi bukan hanya bersumber
dari ledakan, namun juga karena pelepasan radiasi nuklir yang berbahaya bagi
makhluk hidup khususnya manusia. Bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki adalah
bom atom terakhir yang digunakan sebagai senjata pemusnah massal, dan kemudian
penggunaannya akan diatur dalam suatu perjanjian internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Charles River, The Chernobyl Disaster: The
History and Legacy of the World’s Worst
Nuclear
Meltdown. California : CreateSpace, 2017,
hlm. 45-47.
Hajime Akimoto, Hidesada Tamai, Hiroyuki
Yoshida, Kazuyuki Takase dan Yoshinari Anoda,
Nuclear Thermal
Hydraulics, Tokyo : Springer, 2016, hlm. 49-62.
Kohtaro Ueki dan Kenji Sasaki, Radiation
Shielding Analysis of a Spent Fuel, Paper presented
at 14th International
Symposium on the Packaging and Transportation of Radioactive Materials, Berlin,
2004.
Paul de Bièvre, Victor R. Lesser dan H.L.
Eschbach, Uranium Isotope Abundance Certified
Reference Material for Gamma Spectrometry,
London : European Communities, 1986, hlm. 10.
Tom Zoellner, Uranium: War, Energy, and
the Rock That Shaped the World, London : Penguin
Books, 2010, hlm.
43-45.
Komentar
Posting Komentar