Mau makanan kalian awet? Pakai bahan kimia ini!

           Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi setiap hari. Namun, masalah utama yang sering dihadapi adalah bagaimana cara menjaga  makanan tetap awet agar tidak cepat rusak dan aman untuk dikonsumsi. Salah satu solusi yang sering digunakan adalah penggunaan bahan kimia tertentu dalam proses pengawetan makanan. Meskipun kontroversial, penggunaan bahan kimia dalam makanan telah menjadi praktik umum di banyak industri pangan. Pengawet pada makanan disebut juga BTP atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan ataupun suatu campuran dari berbagai bahan yang secara alami tidak termasuk ke dalam bagian dari bahan baku pangan, tetapi bahan yang ditambahkan ke dalam pangan dan dapat mengubah sifat, tekstur, cita rasa, bentuk suatu produk pangan. Bahan Tambah Pangan di antaranya pengawet, pewarna, penyedap rasa, dan pengental baik yang memiliki nilai gizi atau tidak memiliki nilai gizi (Ulya, M., Aronika, N. F., & Hidayat, K. 2020).


     Penggunaan bahan kimia dalam makanan menjadi topik perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Beberapa orang khawatir tentang dampak kesehatan jangka panjang dari konsumsi bahan kimia tersebut, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai langkah yang wajar demi menjaga makanan tetap segar dan aman. Apa sebenarnya bahan kimia yang biasa digunakan untuk pengawetan makanan? Menurut Permenkes RI No.33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan pengawet merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman ataupun hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan dan pembusukan suatu produk pangan.

            

            Salah satu bahan kimia yang sering digunakan dalam pengawetan makanan adalah formalin. Formalin, atau formaldehyde, adalah senyawa kimia beracun yang biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat dan benda-benda lainnya.  Meskipun penggunaannya dilarang dalam makanan oleh banyak otoritas kesehatan, formalin masih sering ditemukan dalam beberapa produk makanan di berbagai negara, terutama di negara-negara berkembang. Penambahan formalin dalam makanan telah terbukti memiliki dampak negatif pada kesehatan, termasuk risiko kanker dan masalah kesehatan lainnya.


            Selain formalin, bahan kimia lain yang sering digunakan adalah boraks. Boraks adalah senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena sifat antimikroba dan kemampuannya dalam memperbaiki tekstur produk. Namun, penggunaannya juga memiliki efek samping yang perlu diperhatikan, terutama bagi individu yang terpapar boraks secara berlebihan. Konsumsi makanan yang mengandung boraks dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh, gangguan pencernaan, dan dalam kasus yang parah, bisa menyebabkan keracunan. Terdapat beragam bahan pengawet yang diizinkan oleh BPOM seperti asam sorbat, natrium sorbat, asam benzoat, dan lain-lain yang tertuang pada Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambah Pangan. Senyawa boraks dan formalin kerap dipakai sebagai pengawet padahal diketahui kedua senyawa tersebut sangat berbahaya bagi tubuh dan dapat menyebabkan beragam penyakit. Selain pengawet yang dilarang, sering kali ditemukan penggunaan pengawet yang melebih ambang batas atau dosis yang telah diatur oleh BPOM. Tentunya dosis yang berlebihan juga dapat berakibat pada kerusakan organ tubuh manusia dalam kurun waktu yang panjang (toksisitas kronik) (Hardman J.G et all 1996).


            Berdasarkan Permenkes Nomor 033 Tahun 2012, pemerintah telah melarang 19 jenis bahan untuk digunakan sebagai BTP antara lain sebagai pengawet (formalin, asam salisilat dan dietilpirokarbonat), pemanis (dulsin) dan memperbaiki tekstur (kalium bromat dan asam borat/boraks). Penggunaan BTP yang tidak sesuai dosis yang diatur serta penggunaan BTP yang dilarang masih terjadi hingga saat ini.


            Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia mengatur penggunaan bahan pengawet dalam makanan dan minuman melalui berbagai peraturan, salah satunya adalah Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Beberapa bahan pengawet yang diizinkan oleh BPOM meliputi asam benzoat, yang sering digunakan dalam minuman ringan dan saus dengan batas maksimum 600 mg/kg, dan asam sorbat serta garamnya, yang digunakan dalam produk roti, keju, dan saus dengan batas maksimum 1000 mg/kg tergantung jenis produk. Bahan pengawet lain yang diizinkan adalah natrium nitrit dan natrium nitrat, yang umumnya digunakan dalam daging olahan untuk mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, dengan batas maksimum masing-masing 125 mg/kg dan 500 mg/kg.


            Selain itu, kalium sorbat juga diizinkan dengan batas maksimum 1000 mg/kg untuk produk seperti keju dan yogurt. Kalsium propionat, yang sering digunakan dalam produk bakery, diizinkan hingga batas 3000 mg/kg. Sulfur dioksida dan sulfit, yang digunakan dalam buah-buahan kering dan jus untuk mencegah perubahan warna dan pertumbuhan mikroorganisme, memiliki batas maksimum antara 50-350 mg/kg tergantung produknya. Terakhir, asam propionat yang digunakan dalam roti dan produk bakery diizinkan hingga batas 3000 mg/kg. Penggunaan bahan pengawet ini diatur dengan ketat oleh BPOM untuk memastikan keamanan konsumsi, dan regulasi ini dapat berubah mengikuti perkembangan terbaru dalam penelitian kesehatan. Untuk informasi yang lebih akurat dan terkini, sangat disarankan untuk selalu memeriksa peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh BPOM atau instansi terkait lainnya.

            Asam benzoat dan asam sorbat adalah dua bahan pengawet yang umum digunakan dalam industri makanan untuk memperpanjang umur simpan produk dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme.



Asam benzoat bekerja efektif sebagai pengawet pada pH rendah (di bawah 4,5), sehingga sering digunakan dalam makanan dan minuman yang bersifat asam, seperti jus, saus, dan minuman ringan. Mekanisme utama asam benzoat dalam mengawetkan makanan adalah dengan menghambat pertumbuhan dan reproduksi mikroorganisme, terutama jamur dan bakteri tertentu.


Pada pH rendah, asam benzoat sebagian besar berada dalam bentuk asam bebas yang tidak terionisasi, yang dapat menembus dinding sel mikroorganisme. Setelah masuk ke dalam sel, asam benzoat berdisosiasi karena pH intraseluler yang lebih tinggi, melepaskan ion benzoat dan proton (H+). Peningkatan konsentrasi ion H+ di dalam sel mengganggu keseimbangan pH intraseluler, menyebabkan gangguan fungsi enzimatik, dan mengganggu metabolisme sel. Akibatnya, sel mikroorganisme mengalami stres, energi seluler terpakai untuk menetralkan pH yang terganggu, dan akhirnya pertumbuhan mikroorganisme terhambat atau bahkan sel mati.


Asam sorbat juga berfungsi sebagai pengawet dengan cara menghambat pertumbuhan jamur, ragi, dan beberapa jenis bakteri. Asam ini efektif pada pH di bawah 6,5, meskipun efikasinya paling tinggi pada pH lebih rendah (di bawah 5). Seperti asam benzoat, asam sorbat juga lebih efektif dalam bentuk tidak terionisasi. Ketika asam sorbat dalam bentuk tidak terionisasi masuk ke dalam sel mikroba, ia mengganggu fungsi enzim-enzim yang esensial bagi mikroorganisme.


    
                Asam sorbat menghambat fungsi enzim yang terlibat dalam respirasi seluler dan metabolisme karbohidrat mikroorganisme. Hal ini mengganggu proses metabolisme energi dalam sel, menyebabkan penurunan kemampuan reproduksi dan pertumbuhan sel. Selain itu, asam sorbat juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel mikroorganisme, mengakibatkan kebocoran komponen seluler yang penting dan mengganggu fungsi sel secara keseluruhan.

Secara umum, kedua asam ini bekerja dengan cara yang mengganggu lingkungan mikroorganisme, baik melalui gangguan pada pH intraseluler maupun dengan menghambat enzim penting yang diperlukan untuk pertumbuhan dan fungsi seluler. Dengan demikian, penggunaan asam benzoat dan asam sorbat dalam makanan membantu mencegah pembusukan dan memperpanjang umur simpan produk.


                    Adapun pengawet makanan alami yang mudah kita gunakan dalam kehidupan sehari hari. Pengawet makanan alami yang dapat digunakan secara umum meliputi garam, cuka, gula, jus lemon atau jeruk nipis, minyak, rempah-rempah, madu, asam askorbat, dan teknik fermentasi. Garam adalah salah satu pengawet tertua yang bekerja dengan menarik air keluar dari makanan dan mikroorganisme, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Cuka, yang mengandung asam asetat, efektif dalam mengawetkan sayuran, saus, dan produk makanan lainnya dengan menurunkan pH, sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Gula digunakan untuk mengawetkan buah-buahan dengan cara mengikat air, mengurangi aktivitas air yang diperlukan mikroorganisme untuk tumbuh. Jus lemon atau jeruk nipis mengandung asam sitrat yang juga menurunkan pH dan menghambat pertumbuhan bakteri, sering digunakan untuk mengawetkan buah dan salad. Minyak seperti minyak zaitun dan minyak kelapa dapat melapisi permukaan makanan untuk mencegah kontak dengan udara, sehingga menghambat pertumbuhan mikroba, dan sering digunakan untuk mengawetkan sayuran atau rempah dalam minyak.

Garam dan cuka adalah pengawet alami yang efektif karena keduanya bekerja dengan cara mengubah kondisi lingkungan mikroorganisme sehingga pertumbuhan dan aktivitasnya terhambat. Garam mengawetkan makanan melalui mekanisme osmosis, yaitu proses di mana air bergerak dari area dengan konsentrasi garam rendah (dalam mikroorganisme atau makanan) ke area dengan konsentrasi garam tinggi (larutan garam di luar sel). Ketika garam ditambahkan ke makanan, ia menciptakan lingkungan dengan konsentrasi garam yang tinggi di luar sel mikroorganisme. Akibatnya, air di dalam sel mikroorganisme akan keluar menuju lingkungan yang lebih asin untuk menyeimbangkan konsentrasi garam. Kehilangan air ini menyebabkan sel mikroorganisme mengalami dehidrasi dan terganggu metabolisme selulernya, yang akhirnya menghambat pertumbuhan, reproduksi, atau bahkan membunuh mikroorganisme tersebut. Garam juga menghambat aktivitas enzim-enzim yang penting bagi mikroorganisme, membuatnya tidak dapat berfungsi dengan baik dan menyebabkan kematian sel. 


Cuka mengawetkan makanan dengan cara menurunkan pH makanan melalui kandungan asam asetatnya. Lingkungan asam yang diciptakan oleh cuka tidak mendukung pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme, terutama bakteri patogen dan jamur. Asam asetat dalam cuka dapat menembus dinding sel mikroorganisme dalam bentuk tidak terionisasi. Setelah berada di dalam sel, asam ini berdisosiasi dan melepaskan proton, yang menyebabkan penurunan pH intraseluler. Penurunan pH ini mengganggu aktivitas enzim dan proses metabolik dalam sel mikroorganisme, sehingga menghambat pertumbuhannya atau menyebabkan sel mati.


Secara keseluruhan, baik garam maupun cuka bekerja dengan menciptakan kondisi lingkungan yang tidak kondusif bagi mikroorganisme, baik melalui penghilangan air dari sel atau melalui pengasaman, yang menyebabkan terganggunya fungsi sel mikroba dan memperlambat atau menghentikan pertumbuhannya. Dengan demikian, garam dan cuka berfungsi sebagai pengawet alami yang efektif untuk memperpanjang umur simpan makanan.


Rempah-rempah seperti kayu manis, cengkeh, bawang putih, jahe, rosemary, dan thyme memiliki sifat antimikroba yang dapat membantu mengawetkan makanan secara alami. Asam askorbat atau vitamin C, yang ditemukan dalam buah-buahan seperti lemon dan jeruk, berfungsi sebagai antioksidan yang mencegah oksidasi dan perubahan warna pada makanan. Madu, dengan kandungan gula yang tinggi dan senyawa hidrogen peroksida, memiliki sifat antimikroba dan dapat digunakan untuk mengawetkan buah-buahan. Fermentasi adalah metode pengawetan alami lainnya yang menggunakan mikroorganisme seperti bakteri asam laktat dalam yogurt dan kimchi, atau ragi dalam roti dan bir, untuk mengubah gula menjadi asam atau alkohol yang menghambat pertumbuhan mikroba. Penggunaan pengawet alami ini tidak hanya memperpanjang umur simpan makanan, tetapi juga dapat meningkatkan cita rasa dan nilai gizi makanan yang diawetkan.


Pengawetan makanan merupakan kebutuhan penting untuk menjaga keawetan dan keamanan konsumsi makanan sehari-hari. Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan menambahkan Bahan Tambahan Pangan (BTP), termasuk pengawet kimia seperti formalin dan boraks. Meskipun efektif, beberapa BTP, seperti formalin dan boraks, sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan penggunaannya dalam makanan dilarang oleh regulasi, seperti Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 dan Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019.


Penggunaan pengawet yang diizinkan oleh BPOM, seperti asam benzoat dan asam sorbat, diatur dengan batasan tertentu untuk mencegah efek toksik pada manusia. Namun, praktik penggunaan bahan pengawet yang dilarang atau melebihi ambang batas yang diatur masih sering terjadi. Ini menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan dan kesadaran akan dampak kesehatan yang berpotensi ditimbulkan oleh konsumsi BTP yang tidak aman.


Selain pengawet kimia, pengawet alami seperti garam, cuka, dan rempah-rempah juga dapat digunakan sebagai alternatif yang lebih aman. Pengawet alami ini bekerja dengan mekanisme seperti penghambatan pertumbuhan mikroorganisme melalui perubahan kondisi lingkungan, misalnya penurunan pH atau penghilangan air dari sel mikroba. Dengan demikian, penggunaan pengawet alami tidak hanya memperpanjang umur simpan makanan tetapi juga lebih mendukung kesehatan konsumen.


Daftar Pustaka

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2019). Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: BPOM RI.

Hardman, J. G., Limbird, L. E., Molinoff, P. B., & Ruddon, R. W. (1996). Goodman & Gilman's the Pharmacological Basis of Therapeutics (9th ed.). New York: McGraw-Hill.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Ulya, M., Aronika, N. F., & Hidayat, K. (2020). Pengaruh Penambahan Natrium Benzoat dan Suhu Penyimpan Terhadap Mutu Minuman Herbal Cabe Jamu Cair. Rekayasa, 13(1), 77-81.

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolom Kromatografi Dan Prinsip Kerjanya

Segitiga Api dan Rahasia Dibalik Nyala Api

Benarkah Madu Tidak Bisa Kedaluwarsa? Ini Penjelasan Ilmiahnya!