Mau makanan kalian awet? Pakai bahan kimia ini!
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi setiap hari. Namun, masalah utama yang sering dihadapi adalah bagaimana cara menjaga makanan tetap awet agar tidak cepat rusak dan aman untuk dikonsumsi. Salah satu solusi yang sering digunakan adalah penggunaan bahan kimia tertentu dalam proses pengawetan makanan. Meskipun kontroversial, penggunaan bahan kimia dalam makanan telah menjadi praktik umum di banyak industri pangan. Pengawet pada makanan disebut juga BTP atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan ataupun suatu campuran dari berbagai bahan yang secara alami tidak termasuk ke dalam bagian dari bahan baku pangan, tetapi bahan yang ditambahkan ke dalam pangan dan dapat mengubah sifat, tekstur, cita rasa, bentuk suatu produk pangan. Bahan Tambah Pangan di antaranya pengawet, pewarna, penyedap rasa, dan pengental baik yang memiliki nilai gizi atau tidak memiliki nilai gizi (Ulya, M., Aronika, N. F., & Hidayat, K. 2020).
Asam benzoat bekerja efektif sebagai
pengawet pada pH rendah (di bawah 4,5), sehingga sering digunakan dalam makanan
dan minuman yang bersifat asam, seperti jus, saus, dan minuman ringan.
Mekanisme utama asam benzoat dalam mengawetkan makanan adalah dengan menghambat
pertumbuhan dan reproduksi mikroorganisme, terutama jamur dan bakteri tertentu.
Pada pH rendah, asam benzoat sebagian
besar berada dalam bentuk asam bebas yang tidak terionisasi, yang dapat
menembus dinding sel mikroorganisme. Setelah masuk ke dalam sel, asam benzoat
berdisosiasi karena pH intraseluler yang lebih tinggi, melepaskan ion benzoat
dan proton (H+). Peningkatan konsentrasi ion H+ di dalam sel mengganggu
keseimbangan pH intraseluler, menyebabkan gangguan fungsi enzimatik, dan
mengganggu metabolisme sel. Akibatnya, sel mikroorganisme mengalami stres,
energi seluler terpakai untuk menetralkan pH yang terganggu, dan akhirnya
pertumbuhan mikroorganisme terhambat atau bahkan sel mati.
Asam sorbat juga berfungsi sebagai
pengawet dengan cara menghambat pertumbuhan jamur, ragi, dan beberapa jenis
bakteri. Asam ini efektif pada pH di bawah 6,5, meskipun efikasinya paling
tinggi pada pH lebih rendah (di bawah 5). Seperti asam benzoat, asam sorbat
juga lebih efektif dalam bentuk tidak terionisasi. Ketika asam sorbat dalam
bentuk tidak terionisasi masuk ke dalam sel mikroba, ia mengganggu fungsi
enzim-enzim yang esensial bagi mikroorganisme.
Secara umum, kedua asam ini bekerja dengan
cara yang mengganggu lingkungan mikroorganisme, baik melalui gangguan pada pH
intraseluler maupun dengan menghambat enzim penting yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan fungsi seluler. Dengan demikian, penggunaan asam benzoat dan
asam sorbat dalam makanan membantu mencegah pembusukan dan memperpanjang umur
simpan produk.
Garam dan cuka adalah pengawet alami yang
efektif karena keduanya bekerja dengan cara mengubah kondisi lingkungan
mikroorganisme sehingga pertumbuhan dan aktivitasnya terhambat. Garam
mengawetkan makanan melalui mekanisme osmosis, yaitu proses di mana air
bergerak dari area dengan konsentrasi garam rendah (dalam mikroorganisme atau
makanan) ke area dengan konsentrasi garam tinggi (larutan garam di luar sel).
Ketika garam ditambahkan ke makanan, ia menciptakan lingkungan dengan
konsentrasi garam yang tinggi di luar sel mikroorganisme. Akibatnya, air di
dalam sel mikroorganisme akan keluar menuju lingkungan yang lebih asin untuk
menyeimbangkan konsentrasi garam. Kehilangan air ini menyebabkan sel
mikroorganisme mengalami dehidrasi dan terganggu metabolisme selulernya, yang
akhirnya menghambat pertumbuhan, reproduksi, atau bahkan membunuh
mikroorganisme tersebut. Garam juga menghambat aktivitas enzim-enzim yang
penting bagi mikroorganisme, membuatnya tidak dapat berfungsi dengan baik dan
menyebabkan kematian sel.
Cuka mengawetkan makanan dengan cara
menurunkan pH makanan melalui kandungan asam asetatnya. Lingkungan asam yang
diciptakan oleh cuka tidak mendukung pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme,
terutama bakteri patogen dan jamur. Asam asetat dalam cuka dapat menembus
dinding sel mikroorganisme dalam bentuk tidak terionisasi. Setelah berada di
dalam sel, asam ini berdisosiasi dan melepaskan proton, yang menyebabkan
penurunan pH intraseluler. Penurunan pH ini mengganggu aktivitas enzim dan
proses metabolik dalam sel mikroorganisme, sehingga menghambat pertumbuhannya
atau menyebabkan sel mati.
Secara keseluruhan, baik garam maupun cuka
bekerja dengan menciptakan kondisi lingkungan yang tidak kondusif bagi
mikroorganisme, baik melalui penghilangan air dari sel atau melalui pengasaman,
yang menyebabkan terganggunya fungsi sel mikroba dan memperlambat atau
menghentikan pertumbuhannya. Dengan demikian, garam dan cuka berfungsi sebagai
pengawet alami yang efektif untuk memperpanjang umur simpan makanan.
Rempah-rempah seperti kayu manis, cengkeh,
bawang putih, jahe, rosemary, dan thyme memiliki sifat antimikroba yang dapat
membantu mengawetkan makanan secara alami. Asam askorbat atau vitamin C, yang
ditemukan dalam buah-buahan seperti lemon dan jeruk, berfungsi sebagai
antioksidan yang mencegah oksidasi dan perubahan warna pada makanan. Madu,
dengan kandungan gula yang tinggi dan senyawa hidrogen peroksida, memiliki
sifat antimikroba dan dapat digunakan untuk mengawetkan buah-buahan. Fermentasi
adalah metode pengawetan alami lainnya yang menggunakan mikroorganisme seperti
bakteri asam laktat dalam yogurt dan kimchi, atau ragi dalam roti dan bir,
untuk mengubah gula menjadi asam atau alkohol yang menghambat pertumbuhan
mikroba. Penggunaan pengawet alami ini tidak hanya memperpanjang umur simpan
makanan, tetapi juga dapat meningkatkan cita rasa dan nilai gizi makanan yang
diawetkan.
Pengawetan makanan merupakan kebutuhan
penting untuk menjaga keawetan dan keamanan konsumsi makanan sehari-hari. Salah
satu cara yang umum digunakan adalah dengan menambahkan Bahan Tambahan Pangan
(BTP), termasuk pengawet kimia seperti formalin dan boraks. Meskipun efektif,
beberapa BTP, seperti formalin dan boraks, sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia dan penggunaannya dalam makanan dilarang oleh regulasi, seperti
Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 dan Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019.
Penggunaan pengawet yang diizinkan oleh
BPOM, seperti asam benzoat dan asam sorbat, diatur dengan batasan tertentu
untuk mencegah efek toksik pada manusia. Namun, praktik penggunaan bahan
pengawet yang dilarang atau melebihi ambang batas yang diatur masih sering
terjadi. Ini menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan dan kesadaran akan
dampak kesehatan yang berpotensi ditimbulkan oleh konsumsi BTP yang tidak aman.
Selain pengawet kimia, pengawet alami
seperti garam, cuka, dan rempah-rempah juga dapat digunakan sebagai alternatif
yang lebih aman. Pengawet alami ini bekerja dengan mekanisme seperti
penghambatan pertumbuhan mikroorganisme melalui perubahan kondisi lingkungan,
misalnya penurunan pH atau penghilangan air dari sel mikroba. Dengan demikian,
penggunaan pengawet alami tidak hanya memperpanjang umur simpan makanan tetapi
juga lebih mendukung kesehatan konsumen.
Daftar Pustaka
Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2019). Peraturan BPOM Nomor
11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: BPOM RI.
Hardman,
J. G., Limbird, L. E., Molinoff, P. B., & Ruddon, R. W. (1996). Goodman
& Gilman's the Pharmacological Basis of Therapeutics (9th ed.). New
York: McGraw-Hill.
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ulya, M.,
Aronika, N. F., & Hidayat, K. (2020). Pengaruh Penambahan Natrium Benzoat
dan Suhu Penyimpan Terhadap Mutu Minuman Herbal Cabe Jamu Cair. Rekayasa,
13(1), 77-81.
Komentar
Posting Komentar